Minggu, 20 Juli 2008

Kerajinan Bordir Bangil

Gemar mengoleksi busana berhias bordir? Tentu tidak asing lagi dengan produk bordir asal Bangil. Bahkan salah satu kecamatan di Kabupaten Pasuruan ini berani mengatakan daerahnya sebagai Kota Bordir, serta menjadi kiblat produk bordir Indonesia.

Corak bordirnya yang eksotik, lembut dan indah itu ternyata banyak terinspirasi corak busana artis-artis film India atau Bollywood. Menurut pengakuan salah satu pengusaha bordir Bangil Dewi Fathonah, selain mencari referensi dari majalah dan internet, pemilik Fath Bordir di sebelah timur alun-alun bangil Pasuruan ini juga aktif menyaksikan film-film Bollywood. “Corak bordir artis Bollywood lebih dinamis dan eksotis,” ungkapnya.

Keahliannya memadukan corak dan warna dalam sebuah produk bordir diminati bukan hanya di pasar dalam negeri seperti Bali.
Kalimantan, Jakarta, Batam dan Sulawesi. Bordirnya juga laris di pasar mancanegara seperti Malaysia dan Brunai Darussalam, dan Korea.

Di sana, produk bordirnya biasa dipadukan dengan kebaya, kerudung, dan baju muslim. Agar tetap bertahan di pasaran, produk bordir wanita yang mengawali usahanya dengan usaha menjahit dan menyulam itu harus mengikuti trend masa kini. Saat ini trend bordir mengarah kepada motif-motif hewan. Sebagai konsekwensi pasar, usahanya pun sekarang lebih diarahkan kesana.

Namun meski trend mengarah pada motif hewan, namun ibu tiga orang anak ini mengaku motif bunga masih banyak diminati. Hal itu karena motif bunga mampu divariasi dengan kombinasi warna dan bentuk. “Motif bunga banyak macamnya dan tidak pernah mati gaya. Sejak awal hingga kini saya tidak pernah kehabisan ide dalam menuangkan motif bunga dengan variasi baru,” tutur perempuan yang akrab dipanggil Fath ini.

Untuk menjaga kualitas produk, perempuan subur ini sengaja mempekerjakan sekitar 25 pegawai di rumahnya yang terletak di Perum Kalirejo Blok J 6 Bangil. Dengan alasan, agar kualitas produknya mudah diawasi.

Dia menolak sistem yang biasa dilakukan pengrajin lainnya dalam memperoleh order. Yakni dengan menyerahkan bordiran secara borongan ke masyarakat setempat untuk dikerjakan di rumah masing-masing. Cara tersebut di satu sisi memang dapat menghemat anggaran, namun biasanya kualitas produk tidak terkontrol.
Kekhawatirannya cukup beralasan, Jika dikerjakan di rumah masing-masing, kemungkinan besar pekerja tidak mampu berkonsentrasi penuh karena masih terbebani keperluan rumah tangganya. “Berbeda jika dikerjakan di suatu tempat yang diawasi, mereka lebih tenang dan konsentrasi penuh,” tuturnya.

Banjirnya order pembuatan bordir itu biasanya pada Hari Kartini dan lebaran. Momentum itu biasanya menjadi agenda rutin bagi pengusaha bordir, karena biasanya permintaan naik 20%.

Otodidak

Keahliannya memproduksi bordir yang akan dilempar ke pasar Eropa itu diawali sejak dirinya masih duduk di bangku sekolah dasar. Saat itu, dia sering menghabiskan masa senggangnya untuk menyulam dan menjahit. Aktifitas itu dilakukannya sesaat setelah pulang sekolah. Itupun jika ada kain dan benang, jika tidak ada bahan, dia lebih suka melihat gambar-gambar baju.

Karena sudah terbiasa menyulam, suatu ketika dia ditawari bekerja paru waktu di usaha jahitan milik saudara sepupunya.
Sejak itulah Fath mulai insentif mengerjakan sulaman dan jahitan.

Setelah berjalan lima tahun, kemampuannya makin teruji. Banyak pelanggan saudaranya yang memuji hasil sulaman Fath. Kepercayaan dirinya yang mulai tumbuh, membuat Fath memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan membuka usaha sendiri.

Keinginan itu diawalinya dengan menawarkan jasa profesional kepada industri jahit di Surabaya, tepatnya dari pasar Turi dan Pabean. Keuntungannya saat itu hanya cukup untuk membeli bahan kain dan jajan. Sisanya ditabung untuk membeli kain untuk membuat model sulaman.

Kini usaha yang dirintisnya mulai maju. Tercatat, keuntungan yang dibukukan setiap tahunnya mencapai Rp 650 juta. Fath bordir pun juga menerapkan manejeman profesional dalam mengelola usahanya.
Faisal

Tidak ada komentar: