Minggu, 20 Juli 2008

Bordir Bangil di Antara Pesaing dan Dampak Lumpur

Oleh
Chusnun Hadi


PASURUAN-Lumpur Sidoarjo tidak hanya memukul pelaku UKM (usaha kecil dan menengah) di daerah Sidoarjo, tetapi juga berimbas pada pelaku UKM di Pasuruan. Seperti yang dialami oleh perajin Bordir Bangil, sempat terpuruk karena omzetnya anjlok hingga 70 persen. Untungnya para perajin bisa bangkit lagi meski harus tertatih-tatih. Kami ingin mengembalikan kejayaan Bordir Bangil. Kami harus bangkit lagi kalau ingin tetap bertahan,C kata Hj Faiz Yunianti, pemilik pusat busana Faizah Bordir, Jalan Bader Kalirejo, Bangil, Pasuruan. Kejayaan yang dimaksud oleh Faiz adalah saat awal-awal ditetapkannya Bangil sebagai Kota Bordir pada 11 September 2005 lalu. “Saat itu Bangil benar-benar menjadi pusat perdagangan berbagai pakaian dan aksesori dengan motif bordir. Lebih dari 250 perajin bordir di Bangil dapat menyerap ribuan tenaga kerja,” tambahnya.


Tetapi sejak terjadi semburan lumpur Sidoarjo, yang berlanjut hingga terputusnya jalur tol, omzet para perajin bordir di Bangil menurun drastis. Bahkan beberapa perajin terpaksa menutup usahanya karena produknya tidak laku lagi. “Sebab mayoritas konsumen kami adalah dari Surabaya, baik dipakai sendiri maupun dikirim kembali ke luar pulau,” tambahnya.Tetapi Faiz tidak ingin terus meratapi lesunya bisnis ini. Sebab selama ini UKM sudah terbukti menjadi penyelamat ekonomi. Oleh karena itu, pihaknya terus bertahan hidup dengan melakukan berbagai kegiatan di luar Pasuruan. “Kami harus menjemput bola, karena pada dasarnya di luar Pasuruan banyak orang yang berminat dengan bordir kami,” ungkapnya.Ia merasa bangga karena peran pemerintah sangat besar dalam melakukan recovery para pelaku UKM, khususnya perajin bordir di Bangil. Peran tersebut di antaranya memberikan kesempatan pada perajin bordir Bangil ikut berbagai even pameran di Jakarta. “Selama satu bulan kami pameran di Jakarta dalam even Jakarta Expo, pameran Industri dan Perdagangan yang digelar Depdag, serta pameran khusus UKM korban lumpur Sidoarjo,” paparnya.

Tersaingi Produk China Mengapa Faizah Bordir masih bisa bertahan? Hal itu karena ia memiliki pelanggan di Malaysia, Singapura, dan Uni Emirat Arab. Secara berkala, Faiz harus mengirim produk bordirnya sesuai dengan pesanan. “Volume ekspornya memang tidak terlalu besar, tetapi pesanan mereka rata-rata jenisnya dari bahan sutera, sehingga harganya cukup mahal,” jelas Faiz. “Perkenalan” Faiz dengan pembeli dari luar negeri, karena pada tahun 2003 lalu ia pernah membuka stan pameran di negara-negara tersebut. “Ekspor pakaian bordir ke Singapura dan Malaysia untuk produk butik menangah ke atas. Jumlahnya tidak terlalu banyak, antara 200 hingga 300 potong, tetapi harganya cukup lumayan. Sedangkan untuk ke UEA adalah pakaian dengan jenis menengah ke bawah,” jelasnya.


Sedangkan untuk pasar dalam negeri, produk dari Faizah Bordir sudah menembus hampir seluruh kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Bali, Yogyakarta, Semarang dan lain-lain. Bahkan dalam benaknya, Faiz berniat akan membuka rumah-rumah busana khusus bordir di kota-kota tersebut. Sayangnya, saat ini produknya mulai tersaingi oleh produk dari China dan Hong Kong. Sebab dari sisi harga produk pakaian bordir dari China dan Hong Kong sangat murah. “Kami sampai heran, mengapa mereka bisa menjual dengan harga yang murah seperti itu. Padahal kalau dihitung dari bahan-bahannya, harga yang dipatok sangat tidak masuk akal,” paparnya. Persaingan itu membuat pasokan Bordir Bangil ke pusat perkulakan Jakarta mulai menurun. Sebelumnya, lanjut Faiz, dirinya merupakan salah satu pemasok utama di pusat perbelanjaan Mangga Dua Jakarta. Ia secara rutin mengirimkan kerudung bordir sebanyak 3.500 kodi dalam waktu dua bulan dan kebaya sebanyak 6.000 potong untuk sekali kirim.
Tetapi saat ini jumlahnya terus menurun, karena pusat perkulakan tersebut juga diserbu produk bordir dari China dan Hong Kong. “Terpaksa kami harus mengurangi jumlah karyawan tetap. Kalau dulu lebih dari 100 orang, kini hanya 75 orang,” tandasnya.


Untuk memperluas pasar, Faizah Bordir juga telah membuka pusat bordir di Jakarta untuk mendekatkan diri dengan kosumen di Jakarta. Pusat bordir yang berdiri di Jalan Benda Raya 35-37, Kemang, Jakarta Selatan itu merupakan cabang dari Bordir Bangil yang diharapkan semakin memperkenalkan Bordir Bangil di Jakarta. Hanya saja, Faizah Bordir masih tetap mempertahankan sekitar 20 subusaha bordir di Bangil. Masing-masing subusaha memiliki 20 orang pekerja. “Kalau ada pesanan yang jumlahnya cukup besar, kami mengirim bahan untuk dikerjakan di subusaha. Bahkan ada subusaha yang kami bantu mesin jahit dan mesin bordir,” paparnya.

Harga Bahan Naik setelah dapat mengatasi satu masalah, muncul masalah lainnya. Saat pasar lesu sebagai dampak lumpur Sidoarjo lambat laun dapat diatasi, muncul persaingan ketat dengan produk China dan Hong Kong. Saat persaingan tersebut bisa ditekan, kini muncul masalah baru, yakni kenaikan harga benang dan kain. “Rasanya masalah selalu datang pada para pelaku UKM seperti kami ini,” terangnya dengan nada lemah. Sebelumnya, ia berharap di tahun 2008 ini usahanya terus meningkat setelah ia berhasil mengatasi berbagai masalah yang mendera. “Pada awal tahun ini, kami langsung dihadapkan pada kenaikan harga bahan, baik benang maupun kain,” ungkapnya.


Kenaikan harga bahan tersebut membuat dirinya akan menaikkan harga produknya di pasaran.
Tetapi risikonya, daya beli masyarakat semakin turun, dan pada akhirnya omzetnya kembali turun. “Kami bingung mengatasinya,” sergahnya. Meskipun demikian, pihaknya tetap berusaha bertahan atas usaha yang telah dirintisnya sejak tahun 1997 lalu itu. Bahkan sikap Pemkab Pasuruan yang terus mengampanyekan Bangil sebagai Kota Bordir akan menjadi bordir produk Bangil semakin dikenal masyarakat. “Kami bersyukur akhirnya Pemerintah Daerah Pasuruan benar-benar menjadikan Bangil sebagai Kota Bordir, kota ini semakin dikenal orang karena bordirnya,” paparnya. Oleh karena itu, Faiz merasa belum lengkap jika di kota ini belum dibangun sentra industri bordir. Melihat dari pengalaman selama ini, gairah pengusaha akan terus meningkat saat mereka berada di sentra industri, seperti sentra industri sepatu di Wedoro, Sidoarjo dan sentra industri tas dan koper di Tanggulangin, Sidoarjo.

Tidak ada komentar: